Senin, 06 Februari 2012

Melukis Masa Depan


Adi tekun menggambar


Perlombaan adalah suatu peristiwa sangat besar bagi anak-anak kami. Apalagi kalau dilaksanakan di luar negaranya. Hari itu, 5 Februari 2012. Adi dan Iman, dua anak kami mengikuti perhelatan akbar pertama sepanjang sejarah hidupnya. Lomba menggambar di UPI, dilaksanakan oleh kakak-kakak dari Himpunan Mahasiswa Biologi UPI (HMBF Formica). Temanya menarik, mengenai : Melestarikan Lingkungan Hidup.

Rohiman mengikuti lomba [Foto : Hesty Ambarwati]


Adi dan Iman, dengan pakaian sederhana dan tas punggung yang kebesaran melangkah mantap di lorong Gedung FPMIPA. Menatap anak-anak lainnya yang diantar menggunakan mobil pribadi oleh orang tuanya sendiri. Anak-anak kota membawa perlengkapan menggambar yang sangat professional. Adi dan Iman, di tengah mantap langkahnya, menatap anak-anak kota takjub. Gurat wajahnya mendadak berbicara tingkat groginya yang akut. Ini kali pertamanya menginjakkan kaki di tempat semegah dan seluas ini. Takjub.

Siswa lain dengan peralatan yang profesional
Adi dan Iman, duduk bersama anak-anak kota, masing-masing dibekali meja lipat milik gurunya, pensil, penghapus, tisu yang entah fungsinya apa serta crayon sederhana dengan warnanya yang standar. Kotak crayonnya tak sebesar anak-anak kota,  mereka tak memiliki kuas, sarung tangan, glitter, dan peralatan gambar lainnya. 

Adi dan Iman menatap sekeliling grogi. Riuh suara anak-anak kota membuat mereka tenggelam pada suasana kompetisi yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Suasana yang nano-nano.

“Fokus menggambar saja, jangan lihat sekeliling” Miss Nissa berpetuah

Iman mengintip Lactobacillus Bulgaricus
120 menit mulai dihitung mundur. Iman garuk-garuk kepala. Adi menerawang jauh ke depan berharap mendapat inspirasi. Anak-anak kota mantap menatap kertas gambarnya. 30 menit selanjutnya, Adi dan Iman mulai mantap menatap kertas gambarnya. Menggambar apa saja dalam otaknya. 

Ibu Nisa, Iman, Adi dan Bu Nurul di depan JICA

120 menit berlalu. Pengumuman pemenang dimulai. Juara 1,2 dan 3 didapatkan oleh anak-anak kota. Maju menenteng piala dan gambarnya. 

Alus geuning nu batur mah” celetuk Iman lantang di tengah sepinya ruangan. Polos

“Nya Man” sahut Adi. Yang lain memandang.

“Gimana perasaannya?” tanya kami

“Deg-degan ibu…tapi seru da banyak temen”

“Tenang…nanti kita buat lomba bikin kandang omen (hamster) nya” celetuk kami

“Hahahah….ibu”


Foto bersama peserta lainnya
Saya hanya dapat tersenyum simpul. Nak, jauh sebelum perlombaan ini, kalian sudah menjadi juara. Juara karena telah menaklukan ketakutanmu. Juara, karena telah menaklukan perasaan tidak mampu. Juara, karena telah sampai di sini, merasakan nikmatnya kompetisi. Juara, karena lebih bersemangat belajar lagi setelahnya. Juara, karena tahu arti lapang dada. Juara, karena merasa kompetitormu bukanlah lawan melainkan kawan untuk saling berprestasi. Juara, karena setelahnya kalian berkata “Ibu nanti mau ikut lomba lagi, tadi udah liat gambar nu batur”. Dan senyum bangga menutup hari kalian saat itu. Selamat ibu ucapkan pada kalian. Nanti berlatih lagi ya. Gagal itu indah, jika kau memandangnya demikian. Dan seni bukan untuk mendapatkan piala itu, namun untuk mendapatkan kepuasaan dalam hatimu.
[HA – 6 Februari 2012, galau skripsi]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar