Apa yang membuat saya ada di SD
IT Rabbani ? jawabannya adalah jebakan berkah dari Allah Swt. Bukan meneruskan
sekolah yang sudah terakreditasi dengan kondisi siswa serba berlebih. Kami
harus membangun mulai dari dua. Karena sudah memiliki bangunan dan peserta
didik yang siap sekolah. Anak-anak didik yang jika kalian mendengar kisahnya,
pasti tergerak hatinya untuk memerintahkan otak menitikkan air mata. Atau
tergerak untuk menyelamatkan hidup mereka.
Candra [Foto : Hesty Ambarwati] |
SD IT Rabbani, hanya 45 menit
dari geger kalong girang jika naik motor dengan kecepatan 60 km/jam dan kondisi
jalan yang tidak macet. Dekat dengan Saung Udjo jika naik mobil F-1. Jalannya
menanjak curam, delapan tanjakan yang harus dilalui untuk sampai di SD IT
Rabbani. Setelahnya saya harus masuk ke dalam hutan dengan jalan yang hanya
muat untuk satu mobil dan tanah liat. Hujan terkadang menjadi hal yang tidak
kami harapkan disana. Jika hujan datang tanahnya berubah menjadi kubangan,
berkuah dan licin. Sesekali saya hampir terjatuh, atau slip ban. Kaos kaki
kotor, begitupun dengan alas kaki.
Itulah SD IT Rabbani yang terletak di Republik Rakyat Cimenyan (RRC).
Mengapa demikian ? karena itulah kondisi sebuah desa dekat kota, dekat dengan
pusat pemerintahan provinsi, namun masih sangat terbelakang. Ia seperti Negara
yang berdiri sendiri, belum merdeka.
Memang tidak setragis laskar
pelangi, jembatan Indonesiana Jones di Lebak, ataupun kisah para pengajar muda
di Indonesia Mengajar. Namun, ia memiliki kisahnya sendiri, warnanya sendiri.
Namun ia membuat saya tidak perlu berbondong-bondong bersama 10ribu pemuda
lainnya mengikuti seleksi Indonesia Mengajar apalagi seleksi Girl Band. Karena
Indonesia Mengajar (Mendidik) telah lebih dulu hadir di Cimenyan.
Bermain bersama [Foto : Hesty Ambarwati] |
Di sebuah bangunan yang juga
tidak reot. Saya mendapati 31 anak dengan keunikannya masing-masing, dengan
latar belakangnya masing-masing, dengan keperihan hidupnya masing-masing. 31
anak yang sangat senang bermain, berlebihan tenaga, terkadang jahil, namun
sangat peduli pada teman dan adiknya, cinta sekolahnya namun tidak betah
belajar. 31 anak yang tidak tahu dunia luar, terisolir di negaranya sendiri
RRC. 31 anak dari keluarga yang tidak peduli pada kehadirannya. Bahkan satu
anak yang tidak tahu siapa orangtuanya. Ada satu anak yang ditinggal pergi
ayahnya dan tak kunjung kembali. Ada satu anak yang akan dijual oleh ibunya. 31
anak yang pemikirannya tidak semaju anak-anak kota di sekolah-sekolah favorit.
31 anak yang bingung memikirkan cita-cita. 31 anak yang belum memiliki
ketertarikan pada ilmu dan mencari ilmunya sendiri. 31 anak yang masih bingung
memahami maksud bacaan. 31 anak yang sulit berbahasa Indonesia. 31 anak dengan
tawanya yang riang , dengan celetukan-celetukannya yang ringan, dengan
kecerdasan alami yang menawan. 31 anak yang datang ke sekolah dengan sandal.
Jika pada suatu kesempatan ada
seseorang bertanya : “apa goalnya sekolah ini ?”. Saya pun ingin tersenyum
simpul. Saya hanya ingin mereka merdeka. Saya hanya ingin mereka menemukan
dirinya yang ternyata luar biasa. Saya ingin membuat mereka mencintai ilmu dan
menjadi pembelajar sejati. Saya hanya ingin mereka sejahtera. Saya hanya ingin
mereka menjadi bermanfaat bagi orang lain bagi bangsa. Saya hanya ingin mereka
menjadi pemimpin. Saya hanya ingin mereka teguh memegang agamaNya. Saya hanya
ingin mereka menjadi teladan dan inspirasi. Saya hanya ingin tetap bersama
mereka selalu…seperti sekarang ini, menjadi guru juga murid bagi mereka. Maafkan
ibu belum sempurna berarti bagi diri kalian. Ibu harus tetap berusaha.
Ada yang bilang : “Kok
mau-maunya?”. Saya pun ingin tersenyum simpul. Kerja yang mapan, hidup mewah
serba berkecukupan hanya batu-batu loncatan saja, untuk lebih bermanfaat bagi
mereka. Saya hanya ingin menyalakan sebuah lilin di tengah gelapnya negeri ini.
Saya hanya ingin berkontribusi walau sedikit untuk memenuhi janji kemerdekaan.
Agar Ibu saya bangga masih melahirkan pejuang. Saya hanya sedang melakukan
investasi untuk negeri ini. Melalaui Pendidikan. Sebelum pada akhirnya raga
tidak lagi mampu melakukannya karena terjebak pada kedalaman tanah.
Hai Pak Oemar Bakri…apa kabar ? [HA - 4 Februari 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar