Senin, 06 Februari 2012

Anak-anak Kelebihan Tenaga


6 Februari 2012. Pasca lomba menggambar, wali kelas 1 akhirnya tumbang juga. Sakit (Syafakillahu Ibu). Maka barulah tugas kepala sekolah terasa. Menggantikan tugas wali kelas 1 memberikan pembelajaran di kelas. Kelas 1, kelas yang paling saya hindari. Kelas yang berisi 5 siswa dengan tenaga berlebih. 

Caca si Puteri Anggun
“Caca….” Panggilku
“Naon bu?” suara cemprengnya menyahut sambil memakan batagor dan berjalan santai.
“Mau Ibu ajarin jadi putri anggun teu?”
“Hah..naon eta?”
“Sini, duduk dulu”
“Kaki kirinya naikkan ke atas lutut kanan”

Ia pun menirukan kaku. Caca, anak perempuan yang kelaki-lakian. Anak-anak sebut ia preman. Bayangkan, jika ia duduk, maka Caca memilih jongkok (walau menggunakan rok). Makan sambil lari, ataupun jongkok. Tampaknya jongkok menjadi posisi andalannya. Seoalah lupa sedang menggunakan rok. Caca yang selalu berteriak-teriak di kelas dengan bahasa sunda kasarnya. Ya, ia tak mampu berbahasa Indonesia. Caca yang masih harus terbata-bata menghafal deretan alphabet.

“Kieu ibu?” Jawabnya lucu
“Nah, cantik kan putri anggun?, sekarang putri anggun biasanya kalau makan mulutnya tertutup, seperti ini” saya pun mencontohkannya.
“Kieu ibuu?” mulai centil.
“Eh…kadieeeu, barudaaak” teriaknya, terdistraksi.
“Hei putri anggun, biasanya berbicara pelan-pelan”
“Kumaha caranaaaa ngomong pelan-pelan…ngke teu kadangu ibu”
 Setelahnya, ia pun memanggil dirinya dengan sebutan putri anggun. Sambil meniru-niru gerakan tante-tante. Setidaknya ia mau belajar untuk menjadi lebih wanita.

Belajar tahap 1 ditutup dengan Yasin yang berteriak. Yasin, salah satu anggota kelas 1.

“Ibu, kakinya nyeri”
“Kenapa?”

Membuat kotak engklek [Foto Hesty]
Saya melihat kakinya. Ah, penyakit kulit no 5. Biasa kita sebut dengan buduk. Berdarah, karena tergaruk. Betadine, revanol. Entahlah, yang penting lukanya steril. Pertolongan pertama pada kaki buduk pun selesai dilakukan. 

“Eh, kita main engklek yu” teriakku
“Hayu ibuuuu” sambut asri dan lia

Anak-anak dengan bahagianya membuat 10 buah kotak. Selesai. Kami isi kotak pertama dengan angka 1, kotak ke dua dengan angka 2, begitu seterusnya hingga kotak ke sepuluh. 

“Begini ya peraturannya, Ibu akan mainkan lagu. Klo lagunya berhenti, berarti kalian juga berhenti loncatnya. Nah, setelah itu, jumlahkan angka yang ada dalam kotak tempat kalian berhenti, dan angka-angka pada kotak sebelumnya. Ngartoss? Hmmm, lagu apa ya?” 


Asri menghitung bilangan [Foto Hesty]
“Cherry Bell” teriak Caca

“-_-, Sherina aja ya, tau ga?”

“Gaaaaa” serentak semua menjawab. Ah, kasihan mereka tidak punya lagu anak-anak. 

Satu-satu anak loncat-loncat riang, di atas kotak-kotak bertuliskan angka. Lagu selesai dimainkan, praktis merekapun menambahkan bilangan-bilangan di dalamnya. Satu satu. Tanpa menghitungnya di kertas, hanya di awang-awang. Penjumlahan puluhan, yang seharusnya dilakukan di kelas 2.  Pintar. Mereka terus melompat-lompat hingga bosan, dan berkata “Ibu, urang maen kejar-kejaran”.

“Gimana klo kita jalan-jalan lihat mata air yuuu” usulku
“Hayuuuu” dasar anak-anak, mudah sekali dialihkan pikirannya.

Arya Menuliskan Jumlah
Berjalan beriringan, di atas tanah merah. Alhamdulillah, tidak terlalu licin. Karena hari-hari sebelumnya, hujan belum juga menyapa Cimenyan kami.  Berjalan menuju tempat outbond. Kebetulan sekolah kami bertetangga dengan tempat outbond, dan anak-anak penduduk memiliki akses tak terbatas disana. 

“Ibuuu…kaliii” teriak Lia
“Loh, kok kalinya mulai berubah? Airnya pergi kemana?”
“Kan diuruk ibu” teriak Arya. Anak terkecil di kelas, lucu, cempreng dan menggemaskan. Objek bully kakak-kakaknya. Dia? Senang saja.
“Ih, klo kaya gitu, ikannya mati dong?”
Belajar di bawah pohon bambu
“Nya henteu atuuuh ibuuu….kan ikannya pindah ke sanaaa” teriak Caca
“Mana bisa? Loncat gitu?”
“ :D “ Caca senyum.
“Ibu…hayu urang ka air terjun” Lia berkata

Dasar anak-anak, ada jalan tanah, mereka memilih menyebrangi balong menggunakan jembatan bambu.

“Ibuuuu…..kok kaya bergeraak bambunyaa? Itu kok airnya bergerak-gerak gitu?” Yasin berteriak
“Coba kenapa bisa bergerak?”
“Ada angiiin” ujar Asri.
Caca melintasi jembatan bambu
“Eh, ada air terjun. Airnya mengalir dari atas ke?” tanyaku
“Ke situuuu” Sambil menunjuk sungai di bawahnya. Tidak bisa disalahkan. 

30 Menit yang penuh dengan permainan. Belajar dari alam, tak peduli standar kompetensi, tak peduli kompetensi dasar. Saya hanya ingin mereka belajar, bahwa semesta ini penuh dengan Ilmu Tuhannya, Allah Swt. Semoga mereka semakin terkagum-kagum pada sosok pengatur Jagat Raya.
Yasin bermain air
 
“Udahan yu..udah jam 11 loh, kalian kan pulang jam 11”
“Ah ga mauuu ibuuuu….”
“Kan klo di kelas juga biasanya minta pulang klo udah jam 11”
“Beda atuuuhhhh….ini kan di luar”

Inilah rekor yang pernah tercetak. Mereka pulang pukul 12.00. Bahkan Caca, masih berteriak-teriak. "Ibu hayu urang diajar macaaa".

Haha, polos dan lugu. Dasar anak-anak berlebihan tenaga. Anak-anak didikan alam. Tak bisa duduk tenang dalam kotak bernama kelas. Selamat belajar. [HA - 6 Februari 2012, riang]

3 komentar:

  1. ente jigana na perlu belajar basa sunda dan sekolah kepribadian dulu

    BalasHapus
  2. salam kenal mimin sekolah rabbani^^

    senang banget denger cerita cacanya

    seneng liat anak yang aktif, ^^

    BalasHapus